Pages

14 September 2009

Cacat Bukanlah Halangan untuk Maju





Rachmita Harahap adalah anak keempat dari enam bersaudara, anak Ali Harahap dan Masniarti Siregar. Fisik ayah dan ibunya sempurna, tetapi empat di antara anak mereka, termasuk Mita cacat pendengaran. Saat kecil, Mita tidak menyadari cacatnya. Ia baru tahu saat duduk di bangku SD. Tetapi hal itu tidak membuatnya minder. Ia bersekolah di SD Fransiskus Bukittinggi, Sumatera Barat. Awalnya, semua berjalan lancar, tetapi di kelas 4, ia tidak naik kelas, karena gangguan pendengaran yang dialaminya.

Sejak itu, Mita memakai alat bantu dengar dan sekolah di SLB. Juga setelah keluarga mereka pindah ke Surabaya, ia kembali sekolah di SLB Karya Mulia. Namun, ia tidak kerasan karena merasa pelajaran di SLB tertinggal dari sekolah umum. Ia hanya tahan satu tahun di SLB. Ketika kelas 6, ia pindah ke SD umum. Namun, karena cacatnya, ia sering diolok-olok teman-temannya, tetapi ia tidak peduli. Selain itu, karena menyadari cacat pendengaran, ia memilih duduk di depan. Namun, karena posturnya tinggi, ia menghalangi anak-anak yang duduk di belakangnya. Hal itu membuat teman-temannya kesal, tetapi ia pura-pura tidak tahu. Ia lulus SD dengan menduduki ranking ke-20.

Di SMP dan SMA, ia juga masuk sekolah umum dan selalu masuk ranking sepuluh besar. Hal itu membuatnya bertekad untuk melanjutkan sekolah ke universitas. Ia mendaftarkan diri ke jurusan arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. Ternyata pilihannya tidak salah. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam tempo empat setengah tahun dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik.

September 1997, Mita masuk S2 teknik desain interior ITB dan ia kembali menunjukkan kemampuannya bersaing dengan mahasiswa normal. Dalam waktu dua setengah tahun kuliahnya selesai. Saat ini, ia menjadi dosen di UMB. Meskipun awalnya sempat mengalami banyak tantangan, ia berhasil melewati semuanya.

Kisah Mita memberikan suatu semangat kepada para penderita cacat. Mereka yang mengalami cacat fisik tidak mesti putus asa dalam hidup ini. Ada banyak kesempatan yang dapat mereka lakukan, kalau mereka punya kemauan dan tekad baja untuk sukses dalam hidup ini.

Memang, mesti diakui bahwa cacat fisik sering kali membuat seseorang minder dan patah semangat. Namun Mita tidak mau menyerah, ketika menyadari cacat pendengarannya. Ia maju terus menghadapi berbagai tantangan. Ia membuktikan bahwa ia tidak kalah dengan orang yang normal. Cacat tidak perlu menghalangi prestasi seseorang.

Sebagai orang beriman, kita mesti sadar bahwa hidup kita selalu berada dalam naungan Tuhan. Dia akan membantu kita dengan memberikan kekuatan-Nya. Dia dapat membantu orang yang mengalami cacat fisiknya untuk terus-menerus berusaha dan maju. Namun Tuhan juga menuntut bahwa orang yang punya kekurangan dalam hidupnya itu mesti terus-menerus berjuang. Orang tidak boleh terpuruk dalam kekurangannya itu.

Kekurangan yang ada dalam diri kita mesti menjadi pemacu semangat untuk berusaha meraih sukses dalam hidup kita. Mari kita singkirkan semua penghalang dalam diri kita. Kita terus memiliki semangat untuk tetap maju dan berkembang dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



166

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.