Pages

23 Mei 2010

Jangan Toleh ke Belakang



Ada dua orang pelari yang sama-sama mencapai garis finish. Panitia penyelenggara tidak bisa memutuskan mana yang menjadi juara satu dan mana yang juara kedua. Mereka menginjak garis finish pada detik yang sama. Tubuh mereka pun dalam jejeran yang sama. Tidak ada tubuh yang lebih maju ke depan. Sama persis di atas garis finish.

Panitia memang bingung mau menetapkan juara pertama. Juara tiga sudah didapat, tetapi kesulitannya adalah juara satu dan dua. Beberapa saat setelah melakukan perundingan, akhirnya diputuskan agar kedua pelari itu bertanding lagi. Kedua pelari itu tidak keberatan. Mereka bersiap-siap untuk berlari lagi, bertanding lagi.

Setelah pistol dibunyikan sebagai tanda start, salah satu pelari melesat cepat seperti anak panah. Ia merasa sudah di atas angin. Ia pasti memenangkan pertandingan itu. Untuk membuktikan bahwa dirinya bakal menang, ia menoleh ke belakang. Saat menoleh itu, kecepatannya menurun. Lawannya menyusul dia lalu mendahuluinya. Ia pun kalah. Ia sangat menyesal atas peristiwa itu, tetapi apa boleh buat. Ia sudah kalah. Ia tidak bisa menjadi juara satu. Lagu kebangsaannya tidak bisa dinyanyikan saat penerimaan medali.

Pesan kisah di atas adalah jangan menoleh ke belakang. Ketika pelari itu menoleh ke belakang, habislah dia. Dia tidak dapat mempertahankan apa yang telah ia rebut.

Dalam kehidupan ini ada banyak peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa itu membantu kita untuk membentuk pribadi-pribadi kita dengan baik. Ada peristiwa masa lampau yang baik yang patut dikenang. Ada peristiwa masa lampau yang menyakitkan yang boleh dikenang, tetapi boleh juga dibuang dari ingatan kita.

Karena itu, kalau kita menoleh ke belakang melihat kembali peristiwa-peristiwa masa lampau, kita akan mengalami suatu stagnasi. Kita tidak dapat bergerak maju dengan bebas dan leluasa. Kita terpaku pada peristiwa-peristiwa itu. Padahal yang kita inginkan adalah kita maju terus untukk meraih kebahagiaan hidup.

Kalau kita ingin lebih maju, kita mesti berani meninggalkan masa lampau kita yang runyam. Kerunyaman itu biarlah hilang bersama gerus arus jaman. Sedangkan kita mesti tetap berlangkah maju. Hanya dengan terus maju kita dapat mencapai garis finish yang membahagiakan. Memang sering ada godaan untuk bernostalgia tentang masa-masa silam yang indah dan menyakitkan. Boleh-boleh saja. Tetapi janganlah nostalgia itu memberi pengaruh buruk atas diri kita. Janganlah masa lalu yang runyam membuat semangat untuk membangun masa depan yang lebih baik itu kendor. Kita mesti terus-menerus menatap ke depan. Di sanalah masa penuh bahagia bagi kita.

Setiap hari kita telah mengalami berbagai hal yang indah. Pengalaman itu menjadi kekayaan bagi kita untuk membangun masa depan kita. Kita ingin sukses. Kita ingin hidup kita bahagia. Karena itu, mari kita bawa dan persembahkan pengalaman-pengalaman kita kepada Tuhan. Bersama Tuhan kita akan memperoleh kebahagiaan yang sejati. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

386
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.