Pada masa kekuasaan Tsar Nicolas I di kekaisaran Rusia, pecah sebuah pemberontakan yang dipimpin seorang bernama Kondraty Ryleyev. Namun, pemberontakan itu berhasil ditumpas. Ryleyev, sang pemimpin ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Tetapi saat tali sudah diikatkan di lehernya dan eksekusi dilaksanakan, tiba-tiba tali gantungan itu putus. Di masa itu, kejadian luar biasa seperti itu biasanya dianggap sebagai bukti bahwa terhukum tidak bersalah dan Tsar mengampuninya.
Namun Ryleyev yang lega dan merasa di atas angin pun menggunakan kesempatan itu untuk tetap mengkritik. Ia berkata, “Lihat, di pemerintahan ini sama sekali tidak ada yang betul. Bahkan membuat tali pun tidak becus!”
Seorang pembawa pesan yang melihat peristiwa putusnya tali ini kemudian melaporkan kepada Tsar. Sang penguasa Rusia itu bertanya, “Apa yang Ryleyev katakan?”
Ketika pembawa pesan itu menceritakan komentar Ryleyev di atas, Tsar pun menjawab, “Kalau begitu, mari kita buktikan bahwa ucapannya tidak benar.”
Ryleyev pun menjalani hukuman gantung kedua kalinya dan kali ini tali gantungannya tidak putus. Bukan hukuman yang membinasakannya, tapi ucapannya sendiri.
Sahabat, sering orang jatuh karena ucapannya sendiri. Mengapa bisa terjadi? Karena yang diucapkan dengan yang dilakukan ternyata berbeda. Tidak sesuai antara kata dan perbuatan. Akibatnya, orang tidak dipercaya. Orang seperti ini kemudian dijauhi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka tidak mau menerima orang yang hanya menggembar-gemborkan sesuatu.
Kata orang, lidah itu tidak bertulang. Banyak kata-katanya, namun sering hampa. Hanya bunyi-bunyi yang diucapkan oleh lidah tersebut. Padahal lidah itu mempunyai fungsi yang sangat penting dalam hidup seseorang. Lidah mampu membakar semangat hidup orang. Tetapi lidah juga dapat mematikan semangat hidup orang lain melalui ucapan-ucapannya.
Kisah tadi mau mengatakan bahwa dengan lidah orang dapat menghancurkan hidupnya sendiri. Dengan lidah yang sombong, orang memberi kesempatan kepada orang lain untuk mengungkapkan tindakan yang mengakhiri hidup orang lain.
Lidah itu seperti kekang kuda, kemudi sebuah kapal yang hanya benda kecil, tetapi bisa mengendalikan benda raksasa. Lidah dapat menjadi seperti api kecil di tengah hutan, bahkan lebih buas dari segala hewan liar. Apa yang kita ucapkan sangat sering menentukan arah hidup kita. Apa saja yang kita ucapkan kepada orang lain dan kepada diri sendiri sangat berpengaruh terhadap kejadian-kejadian yang akan kita alami kemudian.
Karena itu, orang beriman mesti menggunakan lidahnya untuk menyampaikan pesan-pesan damai yang menyejukan hati kepada sesama. Dengan demikian, hidup ini semakin memiliki makna bagi hidup. Tuhan Memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
551
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.