Ada seorang anak yang selalu tidak berani tampil ke hadapan umum. Ia selalu menyuruh temannya untuk maju, kalau ada kegiatan yang menuntut suatu kompetisi. Semua soal akan ia kerjakan, yang penting ia tidak maju untuk membawakan jawaban atas soal-soal itu. Biarlah temannya yang mendapat nama, kalau nanti berhasil menjuarai suatu kompetisi. Lama sekali situasi ini berlangsung. Ia mau hidup di balik bayang-bayang orang lain. Sebaliknya, temannya itu juga hidup di balik bayang-bayang dirinya.
Akibatnya, anak ini menjadi kurang percaya diri. Ia tidak mampu mengungkapkan isi hatinya dengan baik kepada orang lain. Padahal ia bukan orang yang bodoh. Ia orang yang pandai. Ia selalu menduduki rangking tertinggi di kelas bahkan di sekolahnya. Memang, ia punya prinsip bahwa yang penting adalah hasil yang baik. Bukan penampilan yang paling penting. Namun tetap saja menampilkan diri di hadapan orang lain merupakan suatu ungkapan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Lama-kelamaan anak ini menjadi orang yang kurang pergaulan. Ia hanya punya teman orang-orang tertentu saja. Akibatnya, ia juga tidak mudah mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan sekolahnya. Ia hanya bisa tinggal di rumah. Ia hanya mampu bergaul dengan teman-teman tertentu saja.
Sahabat, kondisi seperti kisah tadi tentu sesuatu yang kurang baik. Berani tampil di hadapan umum itu bukan untuk menonjolkan kehebatan diri. Itu suatu bentuk pengungkapan penghargaan terhadap diri dan sesama. Orang yang hanya bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain hanya akan menghancurkan diri sendiri. Orang seperti ini tidak membuka dirinya lebih luas untuk dunia di sekitarnya. Orang seperti ini lebih mementingkan dirinya sendiri. Egoismenya menguasai pribadinya.
Namun sebaliknya orang yang bersembunyi di balik bayang-bayang orang lain hanya untuk menikmati keberhasilan orang lain juga sesuatu yang kurang baik. Orang seperti ini mengakui ide, jerih payah, karya dan keberhasilan orang lain sebagai miliknya. Ke mana-mana ia membanggakan dirinya. Padahal apa yang diraihnya itu bukan usaha dirinya sendiri, tetapi usaha orang lain.
Kondisi seperti ini merupakan suatu kegagalan dalam hidup. Bahkan ini suatu kekalahan telak bagi integritas seseorang. Semestinya orang dengan tulus mengakui keberhasilan orang lain dengan menghargai dan menghormati apa yang telah mereka raih. Orang mesti dengan tulus menyatakan bahwa keberhasilan itu bukan miliknya. Ini hanyalah sebuah keberhasilan yang semu.
Karena itu, orang mesti mulai meniti keberhasilan dirinya sendiri. Meski hanya setetes, keberhasilan sejati adalah mata air yang terus-menerus memancarkan harapan bagi hidup ini. Untuk itu, orang mesti kreatif dalam hidupnya. Orang tidak bisa hidup di balik bayang-bayang orang lain. Mengapa? Karena apa yang diberikan sebuah bayangan hanyalah kegelapan.
Orang beriman mesti menunjukkan kemampuannya sendiri. Tidak perlu kuatir. Tidak usah berkecil hati, kalau ada kegagalan-kegagalan kecil menimpa diri kita. Kita mesti berusaha untuk meraih kesuksesan bagi hidup kita. Sedikit demi sedikit kita bekerja, lama-lama akan berhasil dengan baik. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
544
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.