Kalau saja Marco Polo tidak ditangkap dan dipenjara selama satu tahun oleh pemerintah kota Genoa, Italia, tentu dunia tidak akan mengetahui petualangannya sepanjang 22 tahun ke Timur Jauh. Saat kembali ke Venesia, setelah perjalanannya ke Timur Jauh, Marco Polo menjabat ‘Komandan Kehormatan’ dalam perang antara Venesia melawan Genoa.
Sayang, dalam pertemuran di Pulau Curzold, pasukannya tertangkap. Ia ditawan di penjara Genoa. Di dalam penjara itu Marco Polo bertemu dengan seorang penulis bernama Rustichello. Penulis ini mendengar cerita tentang petualangan Marco Polo selama dalam tahanan. Ia berhasil membujuk Marco Polo untuk menulis buku tentangan petualangannya ke Timur Jauh.
Tanpa buku Marco Polo ini, ada kemungkinan orang Eropa juga tidak menemukan benua Amerika. Christopher Columbus sangat terinspirasi oleh petualangan Marco Polo. Ia ingin mencapai Timur Jauh lewat laut, meski akhirnya ia terdampar di Amerika.
Sahabat, penulis yang dipenjara itu mampu membujuk Marco Polo, karena ia yakin akan sesuatu yang lebih besar. Ia yakin, ketulusan hati mampu mengubah hidup manusia. Ketulusan hati Marco Polo untuk menulis kisah perjalanannya ternyata membuka wawasan bangsa manusia terhadap dunia.
Ketulusan hati itu mendorong orang untuk menghargai sesama yang memiliki kemampuan yang lebih. Ketulusan hati itu membuat manusia terus berusaha untuk mencari hal-hal yang berguna bagi semua orang. Orang yang tulus hatinya biasanya tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia lebih mengutamakan kepentingan banyak orang yang membutuhkan kehidupan yang lebih layak.
Sebaliknya, orang yang memiliki hati yang culas biasanya menyimpan kecurigaan dan iri hati terhadap kemajuan yang diraih oleh orang lain. Orang seperti ini biasanya ingin sukses sendiri. Kalau bisa dirinya yang mendapatkan kesuksesan itu, bukan orang lain. Atau kalau sampai orang lain yang memperolehnya, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk merebutnya dengan cara-cara yang tidak elegan. Hasil dari tindakan seperti ini adalah suasana yang tidak harmonis. Orang saling menaruh dendam dan iri hati. Orang saling memicu balas dendam.
Patutkah orang beriman bersikap seperti ini? Bukankah orang beriman mesti selalu memberi penghargaan yang tinggi atas kebaikan dan kesuksesan yang diraih oleh sesamanya?
Sebagai orang beriman, kita dituntut untuk senantiasa mendahulukan ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati kita dapat membangun dunia ini menjadi lebih baik. Dunia ini akan menjadi damai dan sejahtera, kalau kita sungguh-sungguh berusaha untuk tidak culas terhadap sesama yang sukses. Mari kita terus-menerus berusaha untuk memiliki ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati itu kita dapat membangun suatu persahabatan dengan semua orang. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
547
Sayang, dalam pertemuran di Pulau Curzold, pasukannya tertangkap. Ia ditawan di penjara Genoa. Di dalam penjara itu Marco Polo bertemu dengan seorang penulis bernama Rustichello. Penulis ini mendengar cerita tentang petualangan Marco Polo selama dalam tahanan. Ia berhasil membujuk Marco Polo untuk menulis buku tentangan petualangannya ke Timur Jauh.
Tanpa buku Marco Polo ini, ada kemungkinan orang Eropa juga tidak menemukan benua Amerika. Christopher Columbus sangat terinspirasi oleh petualangan Marco Polo. Ia ingin mencapai Timur Jauh lewat laut, meski akhirnya ia terdampar di Amerika.
Sahabat, penulis yang dipenjara itu mampu membujuk Marco Polo, karena ia yakin akan sesuatu yang lebih besar. Ia yakin, ketulusan hati mampu mengubah hidup manusia. Ketulusan hati Marco Polo untuk menulis kisah perjalanannya ternyata membuka wawasan bangsa manusia terhadap dunia.
Ketulusan hati itu mendorong orang untuk menghargai sesama yang memiliki kemampuan yang lebih. Ketulusan hati itu membuat manusia terus berusaha untuk mencari hal-hal yang berguna bagi semua orang. Orang yang tulus hatinya biasanya tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia lebih mengutamakan kepentingan banyak orang yang membutuhkan kehidupan yang lebih layak.
Sebaliknya, orang yang memiliki hati yang culas biasanya menyimpan kecurigaan dan iri hati terhadap kemajuan yang diraih oleh orang lain. Orang seperti ini biasanya ingin sukses sendiri. Kalau bisa dirinya yang mendapatkan kesuksesan itu, bukan orang lain. Atau kalau sampai orang lain yang memperolehnya, ia akan berusaha sekuat tenaga untuk merebutnya dengan cara-cara yang tidak elegan. Hasil dari tindakan seperti ini adalah suasana yang tidak harmonis. Orang saling menaruh dendam dan iri hati. Orang saling memicu balas dendam.
Patutkah orang beriman bersikap seperti ini? Bukankah orang beriman mesti selalu memberi penghargaan yang tinggi atas kebaikan dan kesuksesan yang diraih oleh sesamanya?
Sebagai orang beriman, kita dituntut untuk senantiasa mendahulukan ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati kita dapat membangun dunia ini menjadi lebih baik. Dunia ini akan menjadi damai dan sejahtera, kalau kita sungguh-sungguh berusaha untuk tidak culas terhadap sesama yang sukses. Mari kita terus-menerus berusaha untuk memiliki ketulusan hati. Hanya dengan ketulusan hati itu kita dapat membangun suatu persahabatan dengan semua orang. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 20.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
547
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.