Pages

20 September 2010

Memelihara Kerendahan Hati






Selama 45 tahun, hidup Ken Karpman tampaknya nyaris sempurna. Lulus dengan gelar sarjana S-1 dan MBA (Master of Business Administration) dari universitas bergengsi UCLA (University of California), Karpman langsung mendapat pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan sebagai pialang saham. Dia pun bisa menikahi perempuan idamannya, Stephanie dan dikarunai dua anak. Mereka pun rutin berlibur ke tempat-tempat mahal di penjuru dunia.

Setelah 20 tahun meniti karir sebagai pialang, Karpman pun naik jabatan menjadi eksekutif perusahaan. Gajinya pun naik menjadi US$750.000 (sekitar lebih dari Rp 8,8 miliar) per tahun.

Dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi, ia berkata, “Saat itu hidup begitu indah. Kami bisa cetak banyak uang. Entah mengapa situasi itu kok tidak berlanjut?”

Dari segala sisi, Karpman dan keluarga saat itu hidup dalam “Impian Amerika”. Mereka tinggal di sebuah rumah besar di kota Tampa, Florida. Rumah mereka pun dilengkapi lapangan golf.

“Saat itu saya sudah tidak tahu berapa harga barang-barang di toko. Pokoknya, tinggal bawa troli dan ambil saja,” kata Karpman.

Dia begitu percaya diri dengan kemampuannya mencetak banyak uang. Maka, tahun 2005 dia meninggalkan perusahaan tempatnya bekerja dan membuat usaha sendiri yang sejenis. Untuk mendirikan perusahaan sendiri sekaligus meningkatkan taraf hidup, dia dengan enteng mengeluarkan dana US$500.000 dari tabungannya. Seperti kebiasaan orang-orang Amerika, Karpman juga mengajukan kredit dalam jumlah besar dengan jaminan rumah.

Namun, badai krisis keuangan menerpa Amerika Serikat (AS). Karpman tak mampu menarik investor, sehingga perusahaannya bubar. Sejak saat itu, dia menjadi penganggur dan sulit mendapat kerja. Padahal, di masa lalu, Karpman tak perlu pusing mencari kerja.

“Dulu, saat menjalani tes wawancara kerja, saya bisa jadi bersikap kurang ajar, karena justru sayalah yang sering menanyai si pewawancara, apakah perusahaannya cukup layak mempekerjakan saya. Sekarang, justru saya yang berharap-harap minta kerja sambil memegang topi di tangan,” katanya.

Sahabat, bisa saja orang salah perhitungan dalam meniti perjalanan hidupnya. Orang merasa begitu percaya diri terhadap status yang dimiliki. Orang begitu percaya diri terhadap kekayaan yang dipunyainya. Orang berpikir bahwa status dan harta yang dimiliki itu akan langgeng untuk selama-lamanya. Padahal tidak. Semua itu hanya sementara. Ketika status seseorang hilang, ia menjadi sama dengan manusia lain. Ketika harta kekayaan seseorang itu ludes karena kebakaran dan bencana, saat itu pula orang akan mengalami keterpurukan dalam hidupnya.

Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa kita mesti tetap menyikapi setiap sukses dengan hati yang lapang. Kita mesti memiliki suatu ketahanan hati yang kuat, sehingga mampu membendung kecerobohan-kecerobohan yang kita lakuan. Orang mesti melakukan sesuatu dengan kecermatan yang luar biasa. Dengan demikian, kegagalan dapat diantisipasi sebelumnya.

Karena itu, orang beriman mesti tetap memelihara kerendahan hatinya. Orang beriman mesti berani hidup sederhana. Hanya dengan cara demikian, orang akan menemukan sukacita dan bahagia dalam hidupnya. Mari kita terus-menerus berusaha, agar kita dapat sukses dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

503

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.