Di ruang ICU, seorang gadis masih berbaring setelah 5 hari lamanya secara intensif dimonitor oleh medis dan paramedis yang merawatnya. Ia menderita fabry deases, penyakit yang menimbulkan penimbunan glikolipid (metabolisme lemak). Gejala yang timbul adalah gangguan penglihatan, nyeri pada beberapa bagian tubuh dan lainnya.
Ia hanya bisa melihat ibunya yang senantiasa menjaganya dari luar ruangan. Di mata ibunya, gadis itu memiliki tingkat iman yang sempurna. Dalam sakitnya, ia masih menunjukkan sukacita, senang dan gembira. Rasa optimisme yang tinggi untuk bisa sekolah bersama teman-temannya di kelas lima SD membuatnya memiliki harapan yang positif. Juga saat ibu gurunya menjenguknya. Tampak matanya yang bulat memancarkan sikap yang mengalahkan rasa kuatirnya.
Suatu kali dokter yang merawatnya secara terbuka mengatakan bahwa gadis itu sungguh pasien istimewa. Dokter itu selalu melihat inspirasi baru darinya. “Gadis ini sungguh memiliki perpaduan sikap tegar dan tak mudah menyerah serta penuh harap dalam cinta,” kata dokter itu.
Sang ibu yang mendengar penuturan tulus dokter itu menitikan air mata tanda bangga terhadap anaknya. Betapa di usianya yang ke-10, gadis itu dapat mewartakan kasih Tuhan melalui sikap kanak-kanaknya dalam selimut rahmat. Ia sama sekali tidak pernah mengeluh, apalagi kecewa akan kondisi tubuhnya yang mungkin akan mengalami gagal ginjal, jantung dan paru-parunya yang digenangi air.
Gadis itu pernah berkata, “Seandainya saya sehat, saya ingin menjadi seperti Ibu Theresa”.
Bertahan dalam penderitaan itu tidak mudah. Apalagi yang mengalami penderitaan adalah seorang anak berusia sepuluh tahun. Namun yang ditunjukkan oleh gadis dalam kisah tadi sungguh luar biasa. Dalam kondisi sakitnya yang sedemikian parah, ia masih mencurahkan cintanya kepada sesamanya. Ia masih menghibur mereka yang ada di sekelilingnya dengan harapan yang besar.
Orang yang tak pernah kehilangan harapan untuk hidup akan berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidupnya. Itulah perjuangan sejati seorang beriman yang menyerahkan hidupnya ke dalam kuasa Tuhan. Biasanya orang seperti ini memiliki kasih yang kuat terhadap sesamanya. Ia tidak ingin melihat sesamanya sedih dan menderita. Yang ia inginkan adalah kebahagiaan sesamanya. Inilah cinta yang tulus. Cinta yang sejati yang terpatri dalam diri orang-orang yang mampu bertahan dalam penderitaannya.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa memiliki pengharapan yang besar di kala kita mengalami penderitaan dalam hidup. Yang mesti kita pegang teguh adalah Tuhan yang senantiasa menyertai kita dalam penderitaan ini. Tuhan yang membantu setiap orang beriman memiliki keteguhan dalam perjuangan untuk meraih kebahagiaan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
499
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.