Di New York, seorang tukang pos ditembak oleh seorang penembak jitu. Ia tidak boleh lama-lama berada di dalam lobi. Ia disuruh keluar dari lobi sebuah bangunan, karena darahnya mengotori karpet.
Di Oklahoma, seorang perempuan melahirkan di trotoar. Para pejalan kaki memalingkan mukanya. Seorang sopir taksi melihat ke arahnya, kemudian menancap gas mobilnya. Sebuah hotel di dekatnya menolak meminjaminya selimut.
Di Dayton, Ohio, selusin orang melihat seorang perempuan mengalami kecelakaan. Mobilnya masuk Sungai Miami. Mereka melihat kejadian itu dengan acuh tak acuh, ketika perempuan itu memanjat atap mobilnya dan berteriak bahwa dia tidak dapat berenang. Tak lama kemudian, perempuan itu mati tenggelam.
Sahabat, begitu banyak kejadian seperti kisah-kisah di atas ini terjadi di sekitar kita. Banyak yang peduli terhadap korban-korban kecelakaan atau kriminal. Mereka membawa korban-korban tersebut ke rumah sakit terdekat. Mereka memberikan pertolongan. Mereka mengulurkan tangan bagi para korban tersebut. Banyak dari para korban itu mengalami kedamaian dalam sisa-sisa hidup mereka.
Namun kita juga menemukan kisah-kisah mengenaskan seperti kisah-kisah tadi. Begitu banyak gelandangan dibiarkan terlunta-lunta. Mereka kemudian menghembuskan nafas dalam sunyi senyap dunia. Tiada tangan yang mau mengulur bagi mereka. Tiada sapaan mesra bagi mereka. Bahkan banyak orang menjauhi mereka. Banyak orang merasa takut terhadap kehadiran mereka. Karena itu, dibuat aturan-aturan untuk menyingkirkan mereka.
Pertanyaannya, mengapa situasi seperti ini mesti terjadi? Situasi seperti ini terjadi karena disposisi batin manusia. Orang kurang punya hati yang terbuka untuk sesamanya. Orang melihat sesamanya sebagai pengganggu kehidupan. Orang merasa bahwa kehadiran sesamanya bukan sebagai rahmat bagi diri mereka.
Orang beriman mesti menyadari bahwa ketidakpedulian terhadap sesama merupakan salah satu bentuk dosa. Sang bijaksana berkata, “Jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17).
Dante Alighieri bahkan lebih keras lagi berkata, “Tempat yang paling pantas di neraka disediakan bagi mereka yang pada saat krisis moral tidak melakukan apa-apa”.
Kepedulian terhadap sesama itu mendatangkan rahmat keselamatan bagi sesama. Kalau kita peduli terhadap sesama yang membutuhkan bantuan kita, kita menyelamatkannya dari kebinasaan. Kita memberi sesama itu kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Ketika kita berani mengulurkan tangan bagi sesama yang menderita, kita memberikan sukacita.
Mari kita berlatih terus-menerus untuk memiliki kepedulian terhadap sesama kita. Dengan demikian, semakin banyak rahmat yang kita alirkan kepada sesama kita. Banyak sesama kita yang mengalami damai dan sukacita dalam hidup. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
KOMSOS Keuskupan Agung Palembang
822
Di Oklahoma, seorang perempuan melahirkan di trotoar. Para pejalan kaki memalingkan mukanya. Seorang sopir taksi melihat ke arahnya, kemudian menancap gas mobilnya. Sebuah hotel di dekatnya menolak meminjaminya selimut.
Di Dayton, Ohio, selusin orang melihat seorang perempuan mengalami kecelakaan. Mobilnya masuk Sungai Miami. Mereka melihat kejadian itu dengan acuh tak acuh, ketika perempuan itu memanjat atap mobilnya dan berteriak bahwa dia tidak dapat berenang. Tak lama kemudian, perempuan itu mati tenggelam.
Sahabat, begitu banyak kejadian seperti kisah-kisah di atas ini terjadi di sekitar kita. Banyak yang peduli terhadap korban-korban kecelakaan atau kriminal. Mereka membawa korban-korban tersebut ke rumah sakit terdekat. Mereka memberikan pertolongan. Mereka mengulurkan tangan bagi para korban tersebut. Banyak dari para korban itu mengalami kedamaian dalam sisa-sisa hidup mereka.
Namun kita juga menemukan kisah-kisah mengenaskan seperti kisah-kisah tadi. Begitu banyak gelandangan dibiarkan terlunta-lunta. Mereka kemudian menghembuskan nafas dalam sunyi senyap dunia. Tiada tangan yang mau mengulur bagi mereka. Tiada sapaan mesra bagi mereka. Bahkan banyak orang menjauhi mereka. Banyak orang merasa takut terhadap kehadiran mereka. Karena itu, dibuat aturan-aturan untuk menyingkirkan mereka.
Pertanyaannya, mengapa situasi seperti ini mesti terjadi? Situasi seperti ini terjadi karena disposisi batin manusia. Orang kurang punya hati yang terbuka untuk sesamanya. Orang melihat sesamanya sebagai pengganggu kehidupan. Orang merasa bahwa kehadiran sesamanya bukan sebagai rahmat bagi diri mereka.
Orang beriman mesti menyadari bahwa ketidakpedulian terhadap sesama merupakan salah satu bentuk dosa. Sang bijaksana berkata, “Jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak 4:17).
Dante Alighieri bahkan lebih keras lagi berkata, “Tempat yang paling pantas di neraka disediakan bagi mereka yang pada saat krisis moral tidak melakukan apa-apa”.
Kepedulian terhadap sesama itu mendatangkan rahmat keselamatan bagi sesama. Kalau kita peduli terhadap sesama yang membutuhkan bantuan kita, kita menyelamatkannya dari kebinasaan. Kita memberi sesama itu kesempatan untuk melanjutkan hidupnya. Ketika kita berani mengulurkan tangan bagi sesama yang menderita, kita memberikan sukacita.
Mari kita berlatih terus-menerus untuk memiliki kepedulian terhadap sesama kita. Dengan demikian, semakin banyak rahmat yang kita alirkan kepada sesama kita. Banyak sesama kita yang mengalami damai dan sukacita dalam hidup. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
KOMSOS Keuskupan Agung Palembang
822
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.