Pada hari-hari terakhir kemerdekaan Prancis, seorang prajurit menulis sepucuk surat ke rumahnya, “Kami telah melihat begitu banyak hal yang aneh terjadi di medan perang. Baru-baru ini, kami melihat sejumlah besar prajurit Jerman yang melompat-lompat dan menari-nari, karena menyangka akan dipenjara! Kadang-kadang seorang serdadu Nazi Jerman dibawa masuk dengan tampang kejam, keras, dan ganas. Salah satu dari orang fanatik ini suatu hari dibawa masuk dalam keadaaan luka parah. Dia memerlukan transfusi darah dan dokter mengatakan hal itu kepadanya.”
“Apakah ini darah Inggris?” tanya Serdadu Jerman itu kepada dokter.
“Ya, darah Inggris yang baik. Jika engkau menolak transfusi, engkau akan mati,”
Dengan angkuh, serdadu Nazi Jerman itu berkata, “Kalau begitu, saya lebih baik mati,” jawab dokter itu sambil menatap wajahnya.
Tidak lama kemudian, jenazahnya dibawa keluar untuk dimakamkan. Tidak mengherankan, jika orang-orang Inggris berteriak di pintu, ’Betapa bodohnya orang itu!’
Sahabat, keangkuhan dapat membawa malapetaka bagi kehidupan. Kesombongan dapat membuat orang kehilangan segala-galanya. Gengsi itu mahal harganya. Demi gengsi, orang rela kehilangan dirinya sendiri. Benarkah hal seperti ini?
Tentu saja, orang yang bijaksana tidak akan mengandalkan keangkuhan. Orang yang mau sukses dalam hidupnya menghindari kesombongan. Orang yang ingin maju dalam hidupnya akan membiarkan gengsi lenyap dari dirinya.
Kisah di atas memberi inspirasi bagi hidup kita. Orang mesti memiliki sikap rendah hati dalam hidupnya. Orang tidak boleh membiarkan dirinya digerogoti oleh kesombongan. Mengapa? Karena keangkuhan atau kesombongan menutup diri orang terhadap sesamanya. Serdadu Nazi Jerman itu menutup hatinya terhadap kebaikan sesamanya. Karena itu, hidupnya menjadi sia-sia. Hidupnya tidak berarti bagi sesamanya. Ia mengakhiri hidupnya secara tragis.
CH Spurgeon menasihatkan kita agar kita jangan angkuh karena ras, wajah, rumah atau harta. Mengapa? Karena keangkuhan atau kesombongan menyingkirkan sesama. Harta yang banyak dapat menjadi penghalang kemajuan dalam hidup bersama. Orang hanya mau menerima sesamanya karena hartanya yang banyak. Ketika harta itu lenyap, orang tidak lagi menerima sesamanya. Persaudaraan menghilang dari kehidupan bersama.
Orang beriman mesti mengutamakan kerendahan hati. Orang beriman mengutamakan hati yang terbuka lebar bagi sesamanya. Sang kebijaksanaan berkata, “Berbahagialah orang yang menaruh kepercayaan pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!” (Mzm. 40:5).
Mari kita berusaha untuk hidup baik dan benar di hadapan Tuhan dan sesama. Dengan demikian, kita boleh mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan senantiasa peduli terhadap orang yang dengan rendah hati datang kepadanya. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
820
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.