Banyak orang memoles diri mereka untuk tampil lebih baik. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga ingin memoles diri Anda?
Ada seorang gadis yang ingin tampil dalam suatu acara yang sangat penting. Ia tidak ingin malu di hadapan orang banyak. Ia ingin dielu-elukan sebagai perempuan tercantik yang akan tampil di pentas. Karena itu, yang ia lakukan adalah ia memoles wajahnya sedemikian rupa. Jerawat-jerawat coba ia hilangkan dari pipinya. Dengan make up yang serba tebal, ia berharap bahwa jerawat-jerawat itu tidak akan tampak.
Untuk sementara, gadis itu berhasil menyembunyikan jerawat-jerawatnya. Ia mampu memukau para pengunjung acara itu. Ia mampu menarik perhatian mereka dengan sangat baik. Tepuk tangan sorak-sorai pun menuju ke arah gadis itu. Ia mendapatkan apa yang ia harapkan malam itu.
Namun setelah pulang ke rumahnya, gadis itu merenung tentang kebohongan yang telah ia lakukan. Ia menyadari bahwa ia tidak tampil dengan keasliannya. Ia telah mengelabui publik yang menyambutnya dengan sukacita. Ia merasa, kebohongan itu justru menyakiti hatinya. Ia tidak tampil apa adanya.
“Saya telah membiarkan ratusan orang percaya pada apa yang tidak sesungguhnya ada pada diri saya. Saya menyesal,” katanya.
Sahabat, manusia memang pandai memoles dirinya. Manusia pandai dalam menampilkan dirinya, meski tampil tidak dengan semestinya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi, karena manusia ingin menutupi kekurangan-kekurangannya. Manusia tidak mau orang lain menyaksikan kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirinya. Atau bisa jadi manusia tidak ingin mengecewakan orang lain.
Kisah di atas mau mengatakan bahwa gadis itu ingin menyenangkan orang lain. Ia tidak ingin orang lain menyaksikan kerut-kerut di pipinya, karena puluhan jerawat yang bercokol di sana. Ia ingin penampilannya tidak membuat orang lain kecewa. Namun ia kemudian kecewa. Ia merasa tidak tampil apa adanya. Ia telah membohongi publik. Tentu saja kesadaran seperti ini penting meski datangnya kemudian.
Pernahkah Anda memoles diri Anda? Rasanya kita semua pernah memoles diri kita. Caranya bermacam-macam. Ada yang memotong rambutnya sedemikian rupa sehingga kelihatannya aneh. Ia ingin tampil beda dengan yang lain. Ia tidak ingin menjadi makhluk yang sama dengan orang lain. Lantas orang akan menganggap situasi seperti itu situasi yang nyentrik.
Pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah mengapa kita memoles diri kita? Ada banyak alasan. Namun satu hal yang penting adalah kita ingin tampil beda. Kita ingin menunjukkan identitas diri kita. Kita ingin mengatakan kepada orang lain bahwa kita mampu melakukan sesuatu yang spektakuler.
Namun tidak berarti kita mesti menyembunyikan identitas kita yang sebenarnya. Semestinya kita tampil apa adanya sebagaimana kita yang sebenarnya. Polesan hanya bisa menipu manusia. Namun sesungguhnya Tuhan melihat hati kita. Tuhan memperhitungkan yang ada di dalam hati manusia. Sebagai orang beriman, kita diajak untuk menampilkan diri apa adanya. Dengan demikian, kita mampu menghadirkan diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Ada seorang gadis yang ingin tampil dalam suatu acara yang sangat penting. Ia tidak ingin malu di hadapan orang banyak. Ia ingin dielu-elukan sebagai perempuan tercantik yang akan tampil di pentas. Karena itu, yang ia lakukan adalah ia memoles wajahnya sedemikian rupa. Jerawat-jerawat coba ia hilangkan dari pipinya. Dengan make up yang serba tebal, ia berharap bahwa jerawat-jerawat itu tidak akan tampak.
Untuk sementara, gadis itu berhasil menyembunyikan jerawat-jerawatnya. Ia mampu memukau para pengunjung acara itu. Ia mampu menarik perhatian mereka dengan sangat baik. Tepuk tangan sorak-sorai pun menuju ke arah gadis itu. Ia mendapatkan apa yang ia harapkan malam itu.
Namun setelah pulang ke rumahnya, gadis itu merenung tentang kebohongan yang telah ia lakukan. Ia menyadari bahwa ia tidak tampil dengan keasliannya. Ia telah mengelabui publik yang menyambutnya dengan sukacita. Ia merasa, kebohongan itu justru menyakiti hatinya. Ia tidak tampil apa adanya.
“Saya telah membiarkan ratusan orang percaya pada apa yang tidak sesungguhnya ada pada diri saya. Saya menyesal,” katanya.
Sahabat, manusia memang pandai memoles dirinya. Manusia pandai dalam menampilkan dirinya, meski tampil tidak dengan semestinya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi, karena manusia ingin menutupi kekurangan-kekurangannya. Manusia tidak mau orang lain menyaksikan kekurangan-kekurangan yang ada dalam dirinya. Atau bisa jadi manusia tidak ingin mengecewakan orang lain.
Kisah di atas mau mengatakan bahwa gadis itu ingin menyenangkan orang lain. Ia tidak ingin orang lain menyaksikan kerut-kerut di pipinya, karena puluhan jerawat yang bercokol di sana. Ia ingin penampilannya tidak membuat orang lain kecewa. Namun ia kemudian kecewa. Ia merasa tidak tampil apa adanya. Ia telah membohongi publik. Tentu saja kesadaran seperti ini penting meski datangnya kemudian.
Pernahkah Anda memoles diri Anda? Rasanya kita semua pernah memoles diri kita. Caranya bermacam-macam. Ada yang memotong rambutnya sedemikian rupa sehingga kelihatannya aneh. Ia ingin tampil beda dengan yang lain. Ia tidak ingin menjadi makhluk yang sama dengan orang lain. Lantas orang akan menganggap situasi seperti itu situasi yang nyentrik.
Pertanyaan yang mendasar bagi kita adalah mengapa kita memoles diri kita? Ada banyak alasan. Namun satu hal yang penting adalah kita ingin tampil beda. Kita ingin menunjukkan identitas diri kita. Kita ingin mengatakan kepada orang lain bahwa kita mampu melakukan sesuatu yang spektakuler.
Namun tidak berarti kita mesti menyembunyikan identitas kita yang sebenarnya. Semestinya kita tampil apa adanya sebagaimana kita yang sebenarnya. Polesan hanya bisa menipu manusia. Namun sesungguhnya Tuhan melihat hati kita. Tuhan memperhitungkan yang ada di dalam hati manusia. Sebagai orang beriman, kita diajak untuk menampilkan diri apa adanya. Dengan demikian, kita mampu menghadirkan diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.