Suatu hari, seorang gadis kecil diminta untuk menghafal ayat yang berbunyi, ”Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah”. Anak itu harus maju ke atas panggung dan mengucapkan apa yang telah dihafalnya itu.
Ketika sudah berada di panggung, anak itu mulai berkata, ”Biarkan….” Namun dia berhenti. Dia tidak sanggup meneruskan kalimatnya. Dia demam panggung. Grogi. Itulah pertama kali baginya berdiri di atas panggung.
Dia merasa takut. Dia tidak ingin ditertawakan oleh penonton. Ia pun berusaha lagi. Ia berkata, ”Biarkan anak-anak itu…..” Dia terdiam. Gadis itu masih demam panggung.
Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Dari depannya, ratusan penonton bertepuk tangan memberikan dukungan kepadanya. Akhirnya dengan usaha keras, gadis itu berhasil mengucapkan ayat-ayat itu, meskipun tidak persis. Ia berkata, “Yesus mau kita semua datang kepada-Nya dan jangan seorang pun mencoba menghalang-halangi kita.”
Semua penonton terbengong-bengong dibuatnya. Pasalnya, ia mengajak semua orang untuk datang kepada Yesus. Padahal banyak penonton di hadapannya tidak hidup sesuai dengan keinginan Tuhan. Mereka lebih banyak melaksanakan kehendak pribadi mereka. Mereka tidak peduli terhadap sesamanya yang menderita. Hari itu, gadis kecil itu telah membuat mereka punya kepedulian terhadap sesama. Hasilnya, beberapa bulan kemudian para penonton itu mulai berubah sikap. Mereka menjadi orang-orang yang peduli terhadap sesamanya.
Sahabat, sering orang menganggap remeh anak-anak kecil. Kata-kata anak-anak kecil sering tidak dihiraukan. Padahal kata-kata mereka juga punya makna yang memberikan semangat dan daya dorong bagi perubahan hidup. Kisah di atas merupakan salah satu contoh tentang kuatnya kata-kata yang mampu mengubah cara hidup. Meskipun gadis kecil itu tidak hafal kata-kata Yesus kata demi kata, dia dapat menangkap intisari ucapan Yesus dengan tepat!
Anak itu tentu saja mendatangkan sukacita bagi hidup sesamanya. Banyak orang kemudian memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Banyak orang hidup tidak hanya untuk dirinya sendiri. Banyak orang mulai peduli terhadap kehendak Tuhan dalam hidup mereka. Sang bijaksana berkata, “Anak-anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya” (Ams. 10:1).
Untuk mencapai kebijaksanaan yang mendatangkan sukacita, orang mesti belajar untuk menerima sesamanya dalam hidupnya. Orang mesti belajar dari Yesus yang menerima semua orang yang datang kepada-Nya. Yesus tidak peduli siapa yang datang kepada-Nya. Ia mau menerima mereka semua. Mengapa? Karena Yesus mengasihi semua orang. Yesus mau agar semua orang mengalami sukacita dalam hidupnya.
Mari kita memupuk sikap menerima semua orang dalam hidup kita. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang memiliki keterbukaan hati kepada semua orang. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
819
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.