Siapa Mencintai Uang Tidak akan Puas dengan Uang
Seorang milyarder asal Austria bernama Karl Rabeder, memberikan setiap sen kekayaannya senilai tiga juta Poundsterling atau setara Rp 50 Miliar setelah menyadari kekayaannya tidak membuat dirinya bahagia. Dia menjual villa mewah dengan danaunya serta pemandangan pegunungan Alps senilai Rp 21 Miliar. Dia juga menjual rumah pertanian dari batu serta belasan hektar lahan dengan nilai Rp 10 Miliar. Turut ia jual adalah enam koleksi pesawat terbang layang senilai Rp 6 Miliar dan sebuah mobil mewah senilai Rp. 700 Juta.
Dia mengatakan bahwa dia berencana untuk tidak menyisakan apa pun dari kekayaannya, karena bagi dia uang menghalangi datangnya kebahagaian. Ia akan keluar dari rumah mewahnya itu, lalu menyepi ke sebuah rumah sederhana. Semua hasil penjualan hartanya akan menjadi modal untuk lembaga amal yang dia dirikan di Amerika Tengah dan Latin, tetapi ia tidak akan mengambil gaji dari situ.
Sejak menjual hartanya, Rabaeder mengatakan bahwa dirinya merasa bebas. Ia tidak lagi merasa terbebani. Namun dia mengatakan, ia tidak akan menghakimi orang kaya yang memilih untuk terus menumpuk kekayaan.
Sahabat, tahun lalu muncul gagasan untuk mengadakan uang aspirasi bagi para anggota DPR. Uang itu akan digunakan untuk membangun rumah di daerah di mana para anggota DPR tersebut mewakili konstituennya. Rumah yang dibangun itu menjadi sekretariat di mana para konstituen akan datang untuk memberikan aspirasi mereka. Spontan saja banyak kalangan mempersoalkan gagasan tersebut. Lebih banyak kritik yang dituai oleh para anggota DPR.
Menurut banyak kalangan, saat ini yang dibutuhkan bukan dana aspirasi. Tetapi yang dibutuhkan saat ini adalah kinerja para anggota DPR yang sungguh-sungguh peduli terhadap masyarakat. Yang dikuatirkan adalah penyalahgunaan terhadap dana aspirasi yang begitu besar. Jangan-jangan uang tersebut masuk kantong pribadi. Jangan-jangan gagasan tersebut hanyalah cara untuk mengelabui masyarakat.
Lantas orang pun bertanya, apa motivasi di balik gagasan tersebut? Jawabannya adalah orang ingin membahagiakan diri dengan uang. Orang merasa bahwa kalau mereka memiliki uang yang banyak, mereka akan mengalami sukacita dan damai. Tentu saja pandangan seperti ini tidak sepenuhnya benar.
Coba kita simak kembali kisah Rabeder di atas. Milyarder asal Austria itu justru tidak merasakan kebahagiaan dengan memiliki kekayaan yang berlimpah. Sikapnya pun jelas! Ia melepaskan semua kekayaannya itu, karena tidak membahagiakan dirinya. Ia tidak ingin hidupnya tergantung pada kekayaan itu. Baginya, kekayaan itu mesti dikendalikan oleh dirinya.
Ternyata kebahagiaan itu tidak diukur dari harta kekayaan. Ketenangan hidup itu tidak terletak pada banyaknya uang dan harta yang dimiliki. Tetapi kebahagiaan itu terjadi ketika orang mampu menggunakan harta kekayaan itu demi membahagiakan diri dan sesamanya. Karena itu, ketika harta kekayaan tidak bisa diandalkan untuk mencapai kebahagiaan, harta itu mesti dilepas.
Mari kita membangun sikap yang benar terhadap harta kekayaan yang kita miliki. Dengan demikian, kita akan mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Sang Bijaksana berkata, “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya” (Pengkotbah 5:19). Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
829
Seorang milyarder asal Austria bernama Karl Rabeder, memberikan setiap sen kekayaannya senilai tiga juta Poundsterling atau setara Rp 50 Miliar setelah menyadari kekayaannya tidak membuat dirinya bahagia. Dia menjual villa mewah dengan danaunya serta pemandangan pegunungan Alps senilai Rp 21 Miliar. Dia juga menjual rumah pertanian dari batu serta belasan hektar lahan dengan nilai Rp 10 Miliar. Turut ia jual adalah enam koleksi pesawat terbang layang senilai Rp 6 Miliar dan sebuah mobil mewah senilai Rp. 700 Juta.
Dia mengatakan bahwa dia berencana untuk tidak menyisakan apa pun dari kekayaannya, karena bagi dia uang menghalangi datangnya kebahagaian. Ia akan keluar dari rumah mewahnya itu, lalu menyepi ke sebuah rumah sederhana. Semua hasil penjualan hartanya akan menjadi modal untuk lembaga amal yang dia dirikan di Amerika Tengah dan Latin, tetapi ia tidak akan mengambil gaji dari situ.
Sejak menjual hartanya, Rabaeder mengatakan bahwa dirinya merasa bebas. Ia tidak lagi merasa terbebani. Namun dia mengatakan, ia tidak akan menghakimi orang kaya yang memilih untuk terus menumpuk kekayaan.
Sahabat, tahun lalu muncul gagasan untuk mengadakan uang aspirasi bagi para anggota DPR. Uang itu akan digunakan untuk membangun rumah di daerah di mana para anggota DPR tersebut mewakili konstituennya. Rumah yang dibangun itu menjadi sekretariat di mana para konstituen akan datang untuk memberikan aspirasi mereka. Spontan saja banyak kalangan mempersoalkan gagasan tersebut. Lebih banyak kritik yang dituai oleh para anggota DPR.
Menurut banyak kalangan, saat ini yang dibutuhkan bukan dana aspirasi. Tetapi yang dibutuhkan saat ini adalah kinerja para anggota DPR yang sungguh-sungguh peduli terhadap masyarakat. Yang dikuatirkan adalah penyalahgunaan terhadap dana aspirasi yang begitu besar. Jangan-jangan uang tersebut masuk kantong pribadi. Jangan-jangan gagasan tersebut hanyalah cara untuk mengelabui masyarakat.
Lantas orang pun bertanya, apa motivasi di balik gagasan tersebut? Jawabannya adalah orang ingin membahagiakan diri dengan uang. Orang merasa bahwa kalau mereka memiliki uang yang banyak, mereka akan mengalami sukacita dan damai. Tentu saja pandangan seperti ini tidak sepenuhnya benar.
Coba kita simak kembali kisah Rabeder di atas. Milyarder asal Austria itu justru tidak merasakan kebahagiaan dengan memiliki kekayaan yang berlimpah. Sikapnya pun jelas! Ia melepaskan semua kekayaannya itu, karena tidak membahagiakan dirinya. Ia tidak ingin hidupnya tergantung pada kekayaan itu. Baginya, kekayaan itu mesti dikendalikan oleh dirinya.
Ternyata kebahagiaan itu tidak diukur dari harta kekayaan. Ketenangan hidup itu tidak terletak pada banyaknya uang dan harta yang dimiliki. Tetapi kebahagiaan itu terjadi ketika orang mampu menggunakan harta kekayaan itu demi membahagiakan diri dan sesamanya. Karena itu, ketika harta kekayaan tidak bisa diandalkan untuk mencapai kebahagiaan, harta itu mesti dilepas.
Mari kita membangun sikap yang benar terhadap harta kekayaan yang kita miliki. Dengan demikian, kita akan mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Sang Bijaksana berkata, “Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya” (Pengkotbah 5:19). Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
829
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.