Bagaimana sikap Anda terhadap orang yang kurang baik terhadap Anda? Anda ikut-ikutan bersikap kurang baik pula?
Suatu hari saya dan seorang teman berbelanja di salah satu supermarket di kota Palembang. Setelah mengambil barang-barang yang kami butuhkan, kami menuju kasir untuk membayar. Kami memegang nota pembayaran masing-masing di tangan. Yang kami jumpai adalah seorang kasir yang saat itu berwajah seram. Ia tampak sedang punya masalah. Entah masalah apa, yang penting dia sedang kurang begitu bersahabat.
Akibatnya, kasir itu melayani kami dengan kurang begitu baik. Tiada seutas senyum pun menghiasi wajahnya. Wajahnya cemberut. Teman saya merasa jengkel terhadap pelayanan yang tidak bersahabat itu. Ia menendang-nendang kaki saya, seolah mendesak agar kami segera pergi dari hadapan kasir itu.
Sebaliknya, saya merasa tidak ada persoalan dengan wajah kasir itu. Saya menikmati saja pelayanan seperti itu. Toh, bagi saya yang penting saya bayar apa yang saya beli lalu saya segera pergi. Teman saya itu malah merasa saya tidak waras menyaksikan pelayanan yang buruk dari kasir itu.
Tidak lama kemudian kami pun pergi dengan barang-barang belanjaan kami. “Mengapa kamu bersikap sopan kepada penjual menyebalkan itu? Kamu kan lihat wajahnya yang cemberut seperti itu. Masak kamu malah meladeni dia dengan senyum segala?” tanya teman itu kepada saya.
Sambil tersenyum, saya menjawab, “Mengapa saya harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Biarin saja dia cemberut. Saya tidak perlu terpengaruh oleh sikapnya itu. Dia punya kebebasan untuk bersikap seperti apa terhadap kita. Kamu boleh marah terhadapnya, tetapi tidak bisa melarangnya.”
Sahabat, sering kita menghendaki agar orang lain sama seperti kita dalam segala hal. Namun keinginan kita itu tidak mungkin terjadi. Mengapa? Karena setiap orang punya keunikan. Kita tidak pernah dilahirkan sama. Kita dilahirkan berbeda. Bahkan anak kembar pun tidak sama dalam tindak tanduk mereka. Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah kita menghargai tingkah laku sesama kita. Kita sendiri mesti tetap bertahan dalam perbuatan baik yang kita miliki.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa melakukan suatu tindakan baik tidak tergantung dari tindakan orang lain terhadap kita. Orang boleh bersikap kurang jujur dan adil terhadap kita. Namun kita mesti tetap bertahan pada perbuatan baik kita kepada sesama. Hanya dengan cara seperti ini kita melestarikan cinta kasih yang telah kita perjuangkan selama bertahun-tahun.
Janganlah kita membalas kejahatan dengan kejahatan. Mengapa? Karena akan terjadi hidup yang tidak menyenangkan. Kita akan menemukan suatu situasi hidup yang tidak membahagiakan. Perbuatan kasih yang kita tampilkan dalam hidup ini akan membantu kita untuk bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Karena itu, mari kita hidup dalam kasih Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk menumbuhkan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
Suatu hari saya dan seorang teman berbelanja di salah satu supermarket di kota Palembang. Setelah mengambil barang-barang yang kami butuhkan, kami menuju kasir untuk membayar. Kami memegang nota pembayaran masing-masing di tangan. Yang kami jumpai adalah seorang kasir yang saat itu berwajah seram. Ia tampak sedang punya masalah. Entah masalah apa, yang penting dia sedang kurang begitu bersahabat.
Akibatnya, kasir itu melayani kami dengan kurang begitu baik. Tiada seutas senyum pun menghiasi wajahnya. Wajahnya cemberut. Teman saya merasa jengkel terhadap pelayanan yang tidak bersahabat itu. Ia menendang-nendang kaki saya, seolah mendesak agar kami segera pergi dari hadapan kasir itu.
Sebaliknya, saya merasa tidak ada persoalan dengan wajah kasir itu. Saya menikmati saja pelayanan seperti itu. Toh, bagi saya yang penting saya bayar apa yang saya beli lalu saya segera pergi. Teman saya itu malah merasa saya tidak waras menyaksikan pelayanan yang buruk dari kasir itu.
Tidak lama kemudian kami pun pergi dengan barang-barang belanjaan kami. “Mengapa kamu bersikap sopan kepada penjual menyebalkan itu? Kamu kan lihat wajahnya yang cemberut seperti itu. Masak kamu malah meladeni dia dengan senyum segala?” tanya teman itu kepada saya.
Sambil tersenyum, saya menjawab, “Mengapa saya harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak? Biarin saja dia cemberut. Saya tidak perlu terpengaruh oleh sikapnya itu. Dia punya kebebasan untuk bersikap seperti apa terhadap kita. Kamu boleh marah terhadapnya, tetapi tidak bisa melarangnya.”
Sahabat, sering kita menghendaki agar orang lain sama seperti kita dalam segala hal. Namun keinginan kita itu tidak mungkin terjadi. Mengapa? Karena setiap orang punya keunikan. Kita tidak pernah dilahirkan sama. Kita dilahirkan berbeda. Bahkan anak kembar pun tidak sama dalam tindak tanduk mereka. Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah kita menghargai tingkah laku sesama kita. Kita sendiri mesti tetap bertahan dalam perbuatan baik yang kita miliki.
Kisah tadi mau mengatakan kepada kita bahwa melakukan suatu tindakan baik tidak tergantung dari tindakan orang lain terhadap kita. Orang boleh bersikap kurang jujur dan adil terhadap kita. Namun kita mesti tetap bertahan pada perbuatan baik kita kepada sesama. Hanya dengan cara seperti ini kita melestarikan cinta kasih yang telah kita perjuangkan selama bertahun-tahun.
Janganlah kita membalas kejahatan dengan kejahatan. Mengapa? Karena akan terjadi hidup yang tidak menyenangkan. Kita akan menemukan suatu situasi hidup yang tidak membahagiakan. Perbuatan kasih yang kita tampilkan dalam hidup ini akan membantu kita untuk bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Karena itu, mari kita hidup dalam kasih Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk menumbuhkan hidup kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.