Ada seorang gadis yang terkenal cerewet. Ia tidak peduli terhadap siapa pun. Apa saja yang tidak disukainya akan ia komentari. Ia tidak mau tinggal diam. Setiap orang yang melakukan kesalahan sekecil apa pun akan ia omeli. Ia tidak mau melihat orang lain melakukan kesalahan. Ia ingin orang lain sempurna.
Terhadap dirinya sendiri? Ia hidup tidak karuan. Ia lebih banyak meminta pengampunan dari orang lain, ketika ia melakukan kesalahan. Ia meminta pengertian dari sesamanya di kala ia salah melangkah dalam hidup ini. Situasi seperti ini menimbulkan banyak protes. Orang-orang tidak begitu menyukai dirinya. Mereka menghindar ketika berpapasan dengannya. Mereka kurang begitu memiliki sikap respek terhadapnya.
Akibatnya, lama-kelamaan ia kehilangan banyak sahabat. Ia mengalami kesepian dalam hidupnya. Ia hidup sebatang kara. Tidak ada yang menjadi teman dalam hidupnya. Ia ditolak oleh lingkungan di mana ia tinggal. Sayang, ia menuai hasil dari perbuatannya sendiri. Kalau saja ia bisa menahan diri, banyak orang akan dapat menjadi sahabat setianya dalam perjalanan hidupnya.
Menjaga mulut kita merupakan suatu keutamaan dalam hidup ini. Banyak orang sulit menjaga mulutnya. Akibatnya, banyak terjadi keributan dalam hidup ini. Keharmonisan sulit tercipta dalam hidup ini. Orang sering bertengkar untuk hal-hal yang sangat sepele. Hidup ini menjadi sesuatu yang berat. Orang tidak mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini.
Coba kalau kita tidak bisa menjaga mulut kita, apa yang akan terjadi? Kita akan sama seperti gadis dalam kisah di atas. Setiap omelannya ternyata berbahaya bagi dirinya sendiri. Ia tidak bisa menguasai lidah dan mulutnya. Ia tidak bisa menguasai dirinya. Emosinya sering menguasai dirinya. Akibatnya, tidak ada orang yang mau mendekat kepada dirinya.
Sebenarnya apa yang kurang dalam diri orang yang tidak bisa mengendalikan dirinya? Yang kurang adalah cinta kasih dan rasa percaya terhadap orang lain. Biasanya yang terjadi adalah cinta diri yang berlebihan. Orang memandang diri sendiri sebagai yang paling baik dan sempurna. Akibatnya, orang tidak melihat kebaikan yang ada dalam diri orang lain. Dirinyalah yang paling baik dan benar, sehingga orang lain selalu tidak baik dan salah.
Karena itu, yang dibutuhkan adalah mengubah cara pandang terhadap orang lain. Orang mesti memandang sesamanya sebagai bagian dari hidupnya. Sesama itu bukan sasaran tembak. Sesama itu juga memiliki nilai-nilai dan kebenaran yang mesti dihargai dalam hidup ini.
Sebagai orang beriman, kita mesti berani menerima kehadiran sesama dalam hidup ini. Kita akan merasakan sukacita dan damai dalam hidup ini berkat kehadiran sesama itu. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
420
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.