Ada seorang ibu yang baik hati. Setiap pagi ia selalu menyiapkan sarapan untuk para gelandangan yang bertandang ke rumahnya. Untuk itu, ia siap untuk repot. Ketika teman-temannya mempersoalkan hal ini, ia menjawab dengan enteng, ”Kalau kita ingin melayani orang lain, kita harus siap untuk repot. Kita tidak bisa mengeluh begitu saja. Ini resiko dari pelayanan.”
Dengan sikap seperti itu, ibu itu merasakan sukacita dalam pelayanannya. Ia tidak mengalami rasa penat dalam melayani para gelandangan itu. Meskipun semakin hari semakin banyak gelandangan yang bertandang ke rumahnya, ia tetap memberikan senyum kepada mereka. Ia tidak menolak kehadiran mereka. Apalagi keluarganya sangat mendukung pelayanannya itu.
Soal dana ia tidak perlu kuatir. Banyak relasinya yang mengirimkan makanan dan dana kepadanya. Ia dapat mengelola kiriman dan dana itu untuk kelangsungan hidup para gelandangan itu.
Hal yang menarik dan menakjubkan adalah ibu itu merasakan sentuhan kasih sayang dari Tuhan atas dirinya. Ia tidak hanya melayani para gelandangan itu. Baginya, di dalam diri para gelandangan itu ia menemukan Tuhan yang senantiasa mencintai dirinya. Tuhan yang selalu setia menemaninya dalam pelayanannya. Karena itu, ia mengalami sukacita dan damai. Ia mengalami bahwa Tuhan begitu baik terhadapnya. Tuhan tidak pernah membiarkannya berjuang sendiri di dunia ini.
Banyak orang kurang peduli terhadap sesamanya yang kurang beruntung. Mengapa? Karena banyak orang tidak mau repot. Banyak orang ingin mengurus diri mereka sendiri. Dalam hal seperti ini mereka sering mengatakan bahwa mengurus diri sendiri saja belum cukup. Jadi tidak perlu mengurus diri orang lain. Tentu saja sikap seperti ini menumbuhkan suatu sikap yang kurang berkenan kepada Tuhan.
Kita hidup dalam dunia ini bersama orang lain. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri. Kita juga hidup bagi sesama kita. Sesama yang ada di sekitar kita itu bukan suatu kebetulan. Mereka diciptakan oleh Tuhan yang sama yang menciptakan kita. Dan Tuhan ingin agar kita memiliki kepedulian terhadap setiap orang yang kita jumpai. Terhadap mereka yang kurang beruntung kita mesti memberikan perhatian yang lebih besar. Mengapa? Karena mereka memiliki harkat dan martabat yang sama dengan kita.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa memiliki kepedulian terhadap sesama kita. Tuhan hadir dan hidup di dalam diri sesama kita itu. Karena itu, kita mesti memiliki hati yang terbuka terhadap semua orang yang ada di sekitar kita. Melalui keterbukaan hati itu, kita dapat menjadi bagian dari sesama kita. Kita dapat meneruskan kasih Tuhan kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
419
Bagikan
Dengan sikap seperti itu, ibu itu merasakan sukacita dalam pelayanannya. Ia tidak mengalami rasa penat dalam melayani para gelandangan itu. Meskipun semakin hari semakin banyak gelandangan yang bertandang ke rumahnya, ia tetap memberikan senyum kepada mereka. Ia tidak menolak kehadiran mereka. Apalagi keluarganya sangat mendukung pelayanannya itu.
Soal dana ia tidak perlu kuatir. Banyak relasinya yang mengirimkan makanan dan dana kepadanya. Ia dapat mengelola kiriman dan dana itu untuk kelangsungan hidup para gelandangan itu.
Hal yang menarik dan menakjubkan adalah ibu itu merasakan sentuhan kasih sayang dari Tuhan atas dirinya. Ia tidak hanya melayani para gelandangan itu. Baginya, di dalam diri para gelandangan itu ia menemukan Tuhan yang senantiasa mencintai dirinya. Tuhan yang selalu setia menemaninya dalam pelayanannya. Karena itu, ia mengalami sukacita dan damai. Ia mengalami bahwa Tuhan begitu baik terhadapnya. Tuhan tidak pernah membiarkannya berjuang sendiri di dunia ini.
Banyak orang kurang peduli terhadap sesamanya yang kurang beruntung. Mengapa? Karena banyak orang tidak mau repot. Banyak orang ingin mengurus diri mereka sendiri. Dalam hal seperti ini mereka sering mengatakan bahwa mengurus diri sendiri saja belum cukup. Jadi tidak perlu mengurus diri orang lain. Tentu saja sikap seperti ini menumbuhkan suatu sikap yang kurang berkenan kepada Tuhan.
Kita hidup dalam dunia ini bersama orang lain. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri. Kita juga hidup bagi sesama kita. Sesama yang ada di sekitar kita itu bukan suatu kebetulan. Mereka diciptakan oleh Tuhan yang sama yang menciptakan kita. Dan Tuhan ingin agar kita memiliki kepedulian terhadap setiap orang yang kita jumpai. Terhadap mereka yang kurang beruntung kita mesti memberikan perhatian yang lebih besar. Mengapa? Karena mereka memiliki harkat dan martabat yang sama dengan kita.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa memiliki kepedulian terhadap sesama kita. Tuhan hadir dan hidup di dalam diri sesama kita itu. Karena itu, kita mesti memiliki hati yang terbuka terhadap semua orang yang ada di sekitar kita. Melalui keterbukaan hati itu, kita dapat menjadi bagian dari sesama kita. Kita dapat meneruskan kasih Tuhan kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
419
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.