Pages

21 Juni 2010

Berusaha Mengobati Luka Batin

Sebut saja namanya Jonas. Ia punya seorang teman baik. Namun beberapa hari belakangan ini ia baru tahu, kalau teman baiknya itu berbicara hal-hal yang kurang baik tentang dirinya di belakangnya. Hal ini membuat hati Jonas terluka. Akibatnya, Jonas memilih sikap untuk mendiamkan temannya itu. Sikap Jonas itu dibalas oleh temannya itu. Mereka saling mendiamkan. Padahal sebelumnya mereka adalah sahabat yang sangat baik. Mereka selalu bepergian bersama.

Beberapa tahun kemudian, temannya itu mengirim surat elektronik kepada Jonas. Ia meminta maaf atas tindakannya. Ia ingin baikan kembali. Ia ingin membangun kembali persahabatan dengannya. Tetapi Jonas tidak menggubris. Ia membalas surat temannya itu, tetapi dengan nada marah dan benci. Ia tidak bisa memaafkan sahabatnya itu. Ia memilih untuk tidak punya sahabat seperti temannya itu. Luka batinnya masih menyakiti hidupnya.

Tentu saja kondisi seperti ini membuat temannya itu pun merasa terluka. Semestinya dulu ia tidak perlu mengatakan hal-hal jelek tentang diri Jonas. Semestinya ia berterus terang terhadap Jonas. Namun semua sudah terlanjur. Ia mempunyai niat baik untuk meminta maaf dan memulai lagi persahabatan yang baik. Tetapi mengapa Jonas begitu tega tidak mengampuni dirinya?

Kata orang, luka batin memang sukar disembuhkan. Luka batin hanya dapat disembuhkan dengan cinta yang mendalam. Tidak cukup hanya dengan permohonan maaf. Orang mesti sungguh-sungguh merendahkan diri dan mengandalkan cinta kasih. Dengan demikian, relasi yang rusak dapat dibangun kembali. Relasi yang putus dapat disambung kembali.

Untuk itu, mencintai sesama dengan segenap hati mesti menjadi andalan dalam hidup beriman. Mencintai sesama itu memberikan suatu warna tersendiri dalam hidup beriman. Orang dapat menemukan kembali keberadaan dirinya hanya melalui cinta kasih yang mendalam kepada sesamanya.

Pasangan suami istri yang sering cekcok mesti menyadari motivasi awal mereka menikah. Kalau suatu pernikahan dilandasi oleh cinta yang mendalam, orang akan menemukan kesejatian dalam hidup perkawinan. Tetapi kalau suatu perkawinan hanya dilandasi oleh hal-hal lahiriah, cepat atau lambat pernikahan itu akan bubar. Atau orang tetap bertahan dalam perkawinan, tetapi bara api kebencian selalu menyala. Setiap saat bara api itu dapat saja menjilat-jilat, ketika dipicu oleh kecemburuan.

Karena itu, orang beriman mesti mengandalkan cinta kasih yang mendalam. Orang beriman juga mesti berani untuk memaafkan sesamanya yang memohon pengampunan. Orang beriman mesti menerima kehadiran sesamanya apa adanya. Tidak boleh menuntut lebih daripada apa yang sanggup dilakukan sesama terhadap dirinya.

Mari kita hidup dalam cinta kasih yang mendalam kepada Tuhan dan sesama. Dengan cara ini, kita dapat membangun suatu persahabatan yang mengutamakan damai. Hidup kita akan menjadi sukacita bagi orang lain. Kita akan mengalami damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

415

Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.