Pages

29 Juni 2010

Membangun Ketegaran Jiwa Rata Penuh


Beberapa waktu lalu ada seorang bocah dibuang oleh orangtuanya di dekat bak sampah di sebuah jalan di Surabaya. Bocah berusia tiga tahun itu mempunyai ciri-ciri bibir sumbing dan belum bisa berbicara.

Orangtua bocah itu menuliskan pesan di atas kertas yang ditempel di punggung anaknya. Bunyi pesan itu adalah ”Saya sudah tidak kuat lagi mengasuh anak ini. Semoga yayasan bhakti kasih bisa merawatnya. Terima kasih. Tuhan Memberkati.”

Kebetulan lokasi anak yang dibuang itu dekat dengan Yayasan Bhakti di Jalan Kutisari Indah Barat V nomor 36. Diperkirakan orangtuanya ingin menyerahkan bocah itu kepada pihak yayasan, tetapi enggan melakukannya.

Bocah ditemukan oleh seorang warga dengan kondisi baju dan celananya basah kuyup. Ia mengenakan baju warna merah dan celana pendek hitam. Setelah menemukan bocah itu, warga tersebut melaporkannya ke pihak polisi. Kini bocah tersebut berada di bawah asuhan Yayasan Bhakti Kasih Surabaya.

Kisah di atas membuat hati kita tersentuh oleh belas kasihan terhadap kehidupan. Ada orang yang tega menolak kehadiran buah hatinya. Ada orang yang punya hati yang begitu gampang menyerah pada situasi sulit. Semestinya orang berani mengambil resiko atas apa saja yang akan terjadi dalam hidup ini. Apalagi kelahiran seorang anak dalam keluarga tidak serta merta lahir begitu saja.

Hadirnya seorang anak di dalam keluarga sudah direncanakan jauh-jauh hari sebelum pernikahan suatu pasangan. Karena itu, sudah dapat dipastikan bahwa seorang anak lahir atas dasar cinta yang mendalam dari sepasang suami istri. Karena itu, ketika orang menolak kehadiran seorang anak dalam perkwinannya merupakan penolakan atas cintanya sendiri.

Tanggung jawab terhadap cinta kasih yang telah dirajut bersama menjadi berkurang nilainya. Orang hanya mau menerima yang baik dan menyenangkan saja. Orang enggan untuk menerima yang kurang baik dan menyusahkan dirinya. Akibatnya, yang kurang baik ditinggalkan. Yang menyusahkan diri dihindari. Lebih mudah melarikan diri dari tanggungjawab. Orang tidak berani menghadapi dan mengatasi kesulitan dalam hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita mesti berani menghadapi berbagai persoalan yang terjadi dalam hidup ini. Orang beriman itu orang yang berani menghadapi resiko dalam hidupnya. Orang beriman itu orang yang cerdas dalam mengelola hidupnya. Orang yang tidak menyerah begitu saja pada kenyataan hidup yang tidak mengenakkan. Orang beriman itu tegar dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.

Ketika murid-murid Yesus menolak kedatangan anak-anak, Yesus berkata, “Biarlah anak-anak itu datang kepadaKu, sebab merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Yesus menerima anak-anak itu dan memberkati mereka. Yesus memperhatikan kehadiran anak-anak itu.

Karena itu, orang beriman mesti bercermin pada sikap Yesus itu. Menerima kehadiran sesamanya dalam hidup sehari-hari. Tidak menolak sesamanya, karena kekurangan yang ada pada sesamanya itu. Untuk itu, kita butuh kekuatan dari Tuhan yang dapat membantu usaha-usaha kita untuk menyelesaikan persoalan hidup. Mari kita terus-menerus berusaha untuk membangun hidup iman kita dalam kenyataan hidup sehari-hari. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

423
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.