Pages

14 Juni 2010

Belajar Memberi dengan Tulus

Suatu hari ada seorang janda miskin yang memasukan sejumlah uang ke dalam kotak persembahan. Ia memberikan apa yang menjadi miliki kepunyaannya. Waktu itu, Yesus menyaksikan peristiwa itu. Ia juga melihat orang-orang kaya yang memberikan uang persembahan dalam jumlah yang banyak.

Lantas Yesus berkata kepada murid-muridNya, “Kalian lihat apa yang diperbuat oleh janda miskin itu? Dia memberikan seluruh yang dimilikinya. Dia juga memberikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Itulah pemberiannya yang terindah. Tidak seperti orang-orang kaya itu.”

Murid-muridNya bingung mendengarkan penjelasan Yesus. Bagi mereka, pemberian yang paling baik adalah pemberian orang-orang kaya itu. Mengapa? Karena dengan cara itu, mereka dapat membantu kebutuhan hidup banyak orang. Namun Yesus tidak setuju dengan apa yang sedang mereka pikirkan. Menurut Yesus, orang-orang kaya itu memberi dari kesombongan mereka. Mereka memberi untuk mendapatkan pujian. Mereka memberi supaya dilihat orang.

Lain dengan pemberian janda miskin itu. Ia memberikan seluruh hidupnya. Ia memberikan seluruh jerih payahnya. Karena itu, Yesus memuji pemberian janda miskin itu. Meski tidak banyak ia memberi persembahan, ia menjadi orang yang berbahagia. Ia memberikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Dan Tuhan berkenan kepadanya.

Sering manusia memberi sesuatu kepada orang lain untuk dihormati. Atau orang memberi untuk diberi kembali. Ini yang diistilahkan dengan do ut des: memberi supaya diberi. Tentu saja pemberian seperti ini tidak tulus. Pemberian seperti ini mengandung pamrih, supaya dibalas dengan pemberian pula.

Karena itu, kita mesti belajar untuk memberi dengan tulus, dengan sepenuh hati. Pemberian yang dilakukan dengan tulus biasanya tidak mengharapkan balasannya. Balasan itu akan datang dengan sendirinya, kalau orang memberi dengan hati yang tulus. Pemberian yang didasari oleh rasa pamrih biasanya mengganggu hati dan pikiran orang. Orang selalu berpikir, kapan ia akan mendapatkan kembali apa yang hilang itu.

Sebagai orang beriman, kita mesti terus-menerus belajar untuk memberi dengan hati yang tulus. Mengapa? Karena pemberian yang tulus itu membuat kita bahagia. Kita tidak merasa kehilangan dengan memberi itu. Justru kita dapat bersyukur atas pemberian itu. Orang yang mendapatkan itu akan mengalami sukacita dan bahagia dalam hidupnya. Ia tidak perlu berpikir untuk mengembalikan pemberian itu.

Belajar dari janda miskin dalam kisah tadi, mari kita berusaha untuk senantiasa memberi dengan setulus hati. Dengan demikian, kita juga akan mengalami kebahagiaan dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Pertanyaan Refleksi:
1. Apa yang mendorong saya untuk memberi sesuatu kepada sesama yang membutuhkan?
1. Mengapa saya mau memberi sesuatu kepada sesama?

Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com


408
Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.