Pages

18 Juni 2010

Menyadari Keterbatasan Hidup



Seorang anak bercerita tentang maminya yang baik hati. Suatu kali maminya didatangi oleh seorang ibu tua yang miskin. Ia meminta kepada maminya untuk membantu sedikit uang untuk belanja makan. Tanpa pikir panjang, maminya langsung memberikan beras setengah karung yang masih mereka miliki. Ia juga memberikan mie instan, gula dan bahan sembako lainnya.

Melihat hal yang aneh seperti itu, anak itu bertanya kepada ibunya, mengapa ia memberikan semua itu kepada ibu tua yang miskin itu. Ia kuatir akan apa yang akan mereka makan keesokan harinya. Tetapi ibunya mengatakan bahwa ia tidak perlu kuatir akan apa yang akan mereka makan keesokan harinya. Besok punya kesusahan dan kegembiraannya sendiri.

Mendengar kata-kata maminya, anak itu menjadi yakin. Besok pasti ada sesuatu yang dapat mereka makan. Benar. Keesokan harinya, sang mami mendapat kiriman uang dari keluarganya yang tinggal di kota lain. Uang itu bahkan cukup untuk membeli sembako untuk hidup satu bulan.

Banyak orang sering kuatir akan hidup ini. Mereka bingung ketika menghadapi hal-hal yang tidak menentu dalam hidup ini. Akibatnya, mereka mulai mencari solusi pada hal-hal yang tidak masuk akal. Atau orang hanya menunggu apa yang akan terjadi atas dirinya. Orang tidak berani mengambil tindakan yang membantu dirinya keluar dari suatu kesulitan.

Tentu saja hal seperti ini tidak menghasilkan banyak hal untuk mengatasi kesulitan hidup. Orang mesti berusaha keras untuk keluar dari persoalan hidupnya. Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa sebenarnya kita tidak perlu membebani diri dengan kecemasan-kecemasan. Kita mesti membangun keyakinan bahwa hidup ini selalu bergerak terus. Hidup yang bergerak itu memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal yang baik bagi hidupnya.

Apa yang mesti dibuat oleh orang beriman berhadapan dengan kesulitan hidupnya? Orang beriman mesti percaya. Orang beriman mesti membangun iman yang mendalam kepada Tuhan. Artinya, orang mesti mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Orang tidak bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri. Kita ini manusia yang serba terbatas. Karena itu, bantuan dari Tuhan melalui sesama akan sangat memberikan kita kekuatan dalam mengatasi persoalan hidup kita.

Kisah orang tua yang miskin yang datang meminta bantuan itu menjadi salah satu contoh bagi kita tentang ketergantungan manusia kepada Tuhan dan sesama. Keterbatasan itu memberi kesempatan kepada kita untuk terbuka terhadap bantuan orang lain. Hal ini menunjukkan suatu kerendahan hati. Orang membiarkan dirinya diintervensi oleh orang lain dalam hal-hal yang baik.

Mari kita terus-menerus membuka hati kita pada bantuan Tuhan dan sesama. Dengan demkian, kita akan menemukan sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com

412

Bagikan

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan mengisi

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.