Ada seorang ibu yang bekerja begitu rajin. Pagi-pagi buta ia sudah bangun. Ia membersihkan rumah. Ia merebus air dan mengisinya di dalam termos-termos, sehingga tetap panas. Ia memasak untuk sarapan bagi suami dan anak-anaknya. Ia lakukan semua itu dengan cinta yang mendalam kepada keluarganya. Ia ingin agar tidak ada seorang pun yang menderita kekurangan di dalam keluarganya.
Ketika ditanya tentang kegiatannya, ia menjawab, “Ini panggilan hidup saya sebagai orang beriman. Saya lakukan semua ini sebagai cinta saya kepada sesama. Inilah hidup. Kita mesti melayani sesama.”
Ibu itu mengorbankan hidupnya untuk sesamanya, terutama untuk orang-orang yang terdekat dengannya. Ia merelakan hidupnya untuk kebahagiaan sesamanya. Ia ingin agar orang lain mendapatkan hidup yang lebih baik. Ia berkata, “Saya tidak merasa terbebani dengan melakukan semua ini. Ini semua untuk kebahagiaan mereka. Saya lakukan semua ini dengan setulus hati. Tuhan yang membantu saya melakukan semua ini. Tanpa bantuan Tuhan, saya tidak bisa buat apa-apa.”
Kita semua dipanggil untuk melakukan kebaikan bagi sesama kita. Kebaikan itu bersumber dari pengorbanan yang kita lakukan bagi sesama. Ada kalanya orang mengeluh tentang beratnya suatu pengorbanan. Tetapi ada kalanya orang merasa gembira atas pengorbanan yang dilakukan bagi sesamanya. Kisah ibu di atas menunjukkan kepada kita bahwa kasih terhadap sesama mesti dilakukan dengan hati yang tulus. Tanpa pamrih. Orang yang berkorban bagi sesamanya dengan tulus akan menemukan sukacita dan damai dalam hidupnya.
Sayang, di dunia ini masih ada orang yang melakukan sesuatu dengan terpaksa. Banyak perhitungan untung rugi yang dibuat. Tentu saja hal seperti ini menumbuhkan kasih yang tidak sehat. Orang mau peduli terhadap sesamanya hanya demi kepentingan dirinya sendiri. Kalau hal ini terus-menerus terjadi dalam hidup bersama, kita akan mengalami kegagalan dalam hidup. Cinta kasih yang kita tunjukkan hanya karena terpaksa. Bukan karena ketulusan hati kita.
Karena itu, orang yang sungguh-sungguh mencintai sesamanya itu orang yang memiliki kerelaan yang tinggi untuk berkorban. Orang seperti ini menampakkan Tuhan yang tetap hidup dalam dirinya. Tuhan yang senantiasa memiliki kepedulian terhadap manusia. Tuhan yang ingin terlibat dalam suka duka hidup manusia. Tuhan yang tidak membiarkan manusia berjuang sendiri di dunia ini.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk memiliki cinta kasih yang tulus terhadap sesama kita. Artinya, apa yang kita lakukan untuk sesama kita itu tanpa memperhitungkan untung rugi. Kita lakukan melulu untuk kebahagiaan sesama. Mari kita senantiasa berusaha untuk memurnikan cinta kasih dalam hidup ini. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
431
Bagikan
Ketika ditanya tentang kegiatannya, ia menjawab, “Ini panggilan hidup saya sebagai orang beriman. Saya lakukan semua ini sebagai cinta saya kepada sesama. Inilah hidup. Kita mesti melayani sesama.”
Ibu itu mengorbankan hidupnya untuk sesamanya, terutama untuk orang-orang yang terdekat dengannya. Ia merelakan hidupnya untuk kebahagiaan sesamanya. Ia ingin agar orang lain mendapatkan hidup yang lebih baik. Ia berkata, “Saya tidak merasa terbebani dengan melakukan semua ini. Ini semua untuk kebahagiaan mereka. Saya lakukan semua ini dengan setulus hati. Tuhan yang membantu saya melakukan semua ini. Tanpa bantuan Tuhan, saya tidak bisa buat apa-apa.”
Kita semua dipanggil untuk melakukan kebaikan bagi sesama kita. Kebaikan itu bersumber dari pengorbanan yang kita lakukan bagi sesama. Ada kalanya orang mengeluh tentang beratnya suatu pengorbanan. Tetapi ada kalanya orang merasa gembira atas pengorbanan yang dilakukan bagi sesamanya. Kisah ibu di atas menunjukkan kepada kita bahwa kasih terhadap sesama mesti dilakukan dengan hati yang tulus. Tanpa pamrih. Orang yang berkorban bagi sesamanya dengan tulus akan menemukan sukacita dan damai dalam hidupnya.
Sayang, di dunia ini masih ada orang yang melakukan sesuatu dengan terpaksa. Banyak perhitungan untung rugi yang dibuat. Tentu saja hal seperti ini menumbuhkan kasih yang tidak sehat. Orang mau peduli terhadap sesamanya hanya demi kepentingan dirinya sendiri. Kalau hal ini terus-menerus terjadi dalam hidup bersama, kita akan mengalami kegagalan dalam hidup. Cinta kasih yang kita tunjukkan hanya karena terpaksa. Bukan karena ketulusan hati kita.
Karena itu, orang yang sungguh-sungguh mencintai sesamanya itu orang yang memiliki kerelaan yang tinggi untuk berkorban. Orang seperti ini menampakkan Tuhan yang tetap hidup dalam dirinya. Tuhan yang senantiasa memiliki kepedulian terhadap manusia. Tuhan yang ingin terlibat dalam suka duka hidup manusia. Tuhan yang tidak membiarkan manusia berjuang sendiri di dunia ini.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk memiliki cinta kasih yang tulus terhadap sesama kita. Artinya, apa yang kita lakukan untuk sesama kita itu tanpa memperhitungkan untung rugi. Kita lakukan melulu untuk kebahagiaan sesama. Mari kita senantiasa berusaha untuk memurnikan cinta kasih dalam hidup ini. Dengan demikian, kita dapat menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
431
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.