Seorang bapak yang sudah berumur di atas lima puluh tahun mengeluh, mengapa Tuhan tidak pernah mengabulkan doa-doa permohonannya. Padahal ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia merasa hidupnya itu tidak ada apa-apanya. Tidak ada makna yang mendalam yang ia temukan dalam hidupnya.
Karena itu, ia merasa ogah terhadap Tuhan. Kalau dulu ia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan, sekarang ia merasa imannya kepada Tuhan tinggal tujuh puluh lima persen. Tuhan bukan lagi menjadi satu-satunya sesembahannya. Ia mesti mencari hal-hal lain yang dapat memenuhi kerinduannya.
Terhadap situasi ini, ia memberi alasan bahwa hidup beriman itu seperti orang bermain sepakbola. Dalam permainan sepakbola ada dua tim yang bermain. Sebelas lawan sebelas. Namun masih ada pemain-pemain cadangan yang siap menggantikan pemain yang cedera atau tidak optimal tampil dalam pertandingan.
Ia berkata, “Demikian pun dalam hidup beriman. Kalau Tuhan tidak dapat memuaskan keinginan hati kita, kita bisa mencari cadangannya. Mungkin cadangannya itu dapat memberikan kepuasan bagi hidup kita. Atau bahkan mungkin cadangan itu bisa berperan lebih optimal dalam hidup kita.”
Kita hidup dalam dunia yang dikuasai oleh aliran pragmatisme. Aliran ini mendorong orang untuk mencari yang praktis dan gampang dalam hidup ini. Yang penting adalah orang dapat hidup bahagia dan tidak punya masalah dalam hidup ini. Karena itu, setiap doa permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan mesti dikabulkan sesegera mungkin. Kalau tidak dikabulkan, orang akan meninggalkan imannya.
Tentu saja situasi seperti ini bukan situasi yang normal bagi orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan. Orang yang beriman itu orang yang tidak gampang menyerah kepada situasi hidupnya. Orang beriman itu orang yang senantiasa bertekun dalam imannya, meskipun Tuhan yang diimani itu tidak dapat dilihatnya. Orang beriman itu tetap berdoa meski pengabulan atas doa-doanya tampaknya tidak ada.
Karena itu, yang dibutuhkan dalam hidup ini adalah suatu usaha yang terus-menerus untuk senantiasa membangun iman. Iman itu bertumbuh dalam suatu proses yang terus-menerus. Proses beriman itu tidak berhenti pada tingkat tertentu. Proses beriman itu terus berlangsung.
Sebagai orang beriman, kita tidak ingin memiliki tuhan cadangan atau menjadikan Tuhan sebagai cadangan dalam hidup kita. Bagi orang beriman, Tuhan itu segala-galanya. Hanya Tuhan yang menjadi pegangan hidup orang beriman. Karena itu, mari kita berusaha untuk membiarkan hidup kita dikuasai oleh Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Hanya dengan cara seperti itu, kita dapat mengalami sukacita dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
443
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.