Suatu hari seorang guru agama bertanya kepada salah seorang muridnya, “Sampai seberapa jauh Anda percaya kepada Tuhan?”
Murid itu menjawab, “Lima puluh persen!”
Guru agama itu terkejut. Ia bertanya, “Mengapa hanya lima puluh persen? Bukankah selama ini Anda begitu rajin beribadat?”
Murid itu menjawab, “Bagi saya, Tuhan itu seperti baju yang kita pakai. Kalau kita tidak suka baju yang ini, kita bisa ganti dengan yang lain. Tuhan juga seperti itu. Kalau saya merasa bahwa Tuhan yang saya imani itu tidak membantu saya, saya cari tuhan yang lain.”
Guru agama itu semakin terkejut. Ia tidak bisa percaya, kalau muridnya itu mempunyai pandangan seperti itu tentang Tuhan. Selama ini ia sudah memberikan pelajaran yang begitu banyak dan mendalam tentang Tuhan. Ia berharap, muridnya itu dapat mengimani Tuhan seperti yang ia imani. Ia berharap agar muridnya itu tidak berpaling kepada tuhan-tuhan yang lain. Tetapi nyatanya sangat lain. Justru muridnya itu memiliki hati yang mendua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ada di antara kita yang tidak begitu saja seratus persen menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan yang diimani. Masih ada pegangan lain yang menjadi andalan hidup. Pegangan lain itu bisa roh-roh yang sering gentayangan dalam hidup manusia. Atau bisa saja kekayaan yang menjadi andalan hidup mereka. Tentu saja situasi seperti ini memprihatinkan bagi hidup manusia. Apalagi kalau sampai hal ini menimpa orang-orang yang sangat giat beribadat.
Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa iman seseorang itu masih mengalami proses. Orang tidak begitu saja memiliki iman yang tangguh. Orang masih tergoda untuk jatuh kepada usaha menduakan Tuhan. Suatu pandangan yang kurang begitu mendalam tentang Tuhan mesti dikoreksi dalam perjalanan hidup manusia. Tuhan bukan seperti baju yang dipakai. Ketika orang kurang beriman kepada Tuhan lantas orang tidak bisa dengan gampang meninggalkan Tuhan.
Karena itu, dibutuhkan suatu pendalaman iman. Orang yang beragama apa pun mesti terus-menerus mendalami imannya akan Tuhan. Orang tidak bisa mengatakan bahwa ia sudah cukup memiliki iman yang mendalam kepada Tuhan, kalau ia masih mendua hati. Orang mesti terus-menerus mendalami imannya sampai akhir hidupnya. Orang seperti ini akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Orang seperti ini akan tetap bertahan dalam imannya akan Tuhan, apa pun yang terjadi atas dirinya.
Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus membangun iman kita kepada Tuhan. Mendalami iman kita menjadi tugas kita masing-masing untuk tetap bertahan dalam imannya. Orang mesti yakin bahwa hanya Tuhanlah yang menjadi pegangan hidupnya. Orang mesti tetap menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan apa pun situasi yang dihadapi. Dengan demikian, orang dapat memiliki iman yang tangguh kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **
Frans de Sales, SCJ
NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
Juga bisa dibaca di: http://inspirasi-renunganpagi.blogspot.com
444
Bagikan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan mengisi
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.